Selasa, 15 Oktober 2019

ANALISA HAK MEREK IKEA PT. RATANIA KHATULISTIWA MELAWAN INTER IKEA SYSTEM BV


ANALISA HAK MEREK IKEA 

PT. RATANIA KHATULISTIWA VS INTER IKEA SYSTEM BV 

PENDAHULUAN

Merek dagang di Indonesia tentu saja sudah berkembang pesat, semakin banyak macam pilihannya dari local maupun internasional. Dengan teknologi infomasi dan komunikasi yang sudah canggih hal ini tentu saja mendukung perkembangannya macam-macam merek yang dikenal oleh masyarakat. Apalagi di ero globalisasi ketika arus barang berputar sangat cepat dan luas membuat para pedagang berlomba-lomba meluncurkan produk yang berkualitas sehingga bermunculanlah merek-merek baru. Masyarakat dapat mencari informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat memilih barang yang diinginkan. Dengan hal tersebut, masyarakat dapat menilai bagaimana kualitas barang yang akan dibeli. Kecenderungan masyarakat untuk membeli barang berdasarkan merek yang terdapat pada barang yang diperdagangkan dengan memperlihatkan nilai ekonomis dari suatu merek tersebut. Oleh karena itu, antarpemilik merek suatu barang akan bersaing untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat selaku konsumen.
Merek merupakan identitas pada perdagangan barang atau jasa. Nilai ekonomis ini timbul dari hak eksklusif yang dimiliki para pemegang hak atas merek. Hak eksklusif atas merek diberikan terhadap merek yang sudah terdaftar. Hak ekslusif atas merek menyebabkan pemilik merek memiliki hak untuk memberikan ijin atau melarang pihak lain menggunakan atau menduplikat merek yang sama bahkan produk yang sama tetapi kualitas tidak menjamin dengan yang ia miliki.
Salah satu aspek yang dilindungi dalam merek adalah perlindungan terhadap merek terkenal. Merek terkenal perlindungan antara lain agar orang lain tidak membonceng reputasi merek milik sang pemilik merek yang sudah diketahui oleh masyarakat atau khalayak ramai. Apabila merek terkenal dipergumakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, reputasi dari merek tersebut akan menjadi turun yang karenanya di masyarakat beredar barang yang berkualitas dengan merek yang sama tetapi adapula dengan barang yang tidak berkualitas.
Merek yang terkenal adalah merek-merek yang mempunyai reputasi yang tinggi dalam dunia perdagangan yang diakui secara internasional atau juga setidak-tidaknya secara regional. Sebab merek terkenal selain memperhatikan pengetahuan umum masyarakar, juga didasarkan kualitas, reputasi yang didapat karena promosi, dan telah dibuktikan dengan pendaftaran merek itu sendiri.
Penggunaan merek terkenal milik orang lain pada dasarnya dilakukan dengan itikad tidak baik karena pemakai tidak sah tersebut dapat memperoleh keuntungan dan ketenaran merek tersebut. Pengguna yang tidak bertanggung jawab ini. Memperoleh keuntungan dari kecenerungan konsumen membeli barang yang disangka berkualitas baik karena menggunakan merek terkenal nyatanya tidak menjamin dan dapat menimbulkan ketidakpuasan bagi konsumen atas barang terssebut.
Didalam Undang-undang Merek yang berlaku di Indonesia baik Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 maupun Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, tidak disebutkan definisi mengenai merek terkenal. Hak eksklusif atas Merek diperoleh melalui pendaftaran. Namun tidak semua hal dapat didafarkan sebagai merek.  Salah satunya terhadap merek yang memiliki persamaan pada pokoknya maupun keseluruhannya dengan merek terkenal permohonannya harus ditolak. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat perlindungan merek.
Merek yang sudah didaftarkan di Indonesia, harus dipergunakan. Berdasarkan pasal 61 ayat (2) huruf a Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 berubah menjadi pasal 74 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016. Merek dapat dihapuskan jika selama 3 tahun berturut-turut tidak digunakan dalam perdagangan barang dan / atau jasa  sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir.
Salah satu contoh terhadap kasus dan putusan mengenai penghapusan merek yang ditangani oleh Mahkamah Agung yaitu sengketa merek “IKEA” antara INTER IKEA SYSTEM  BV melawan PT. RATANIA KHATULISTIWA. Kasus ini bermula pada PT. RATANIA KHATULISTIWA mengajukan gugatan penghapusan merek “IKEA” milik lawan ke Pengadilan Niaga Jakarta pusat untuk kelas 20 dan 21.
Pada 28 Maret 2010, INTER IKEA SYSTEM BV kembali menajukan pemohonan pendaftaran merek IKEA tetapi dengan design yang berbeda. Pada tahun 2013, PT RATANIA KHATULISTIWA mengajukan permohonan pendaftaran untuk merek IKEA untuk kelas 20 dan 21. Merek IKEA milik INTER IKEA SYSTEM BV (Swedia) merupakan singkatan dari nama dan asal pendirinya, Ingvar Kamprad And The Farm Elmtaryd And Village Agunnaryd. BV adalah singkatan dari 4 Besloten Vennootschap yang berasal dari bahasa Belanda suatu bentuk perusahaan swasta yang mengadakan aktivitas bisnis.
PT. RATANIA KHATULISTIWA diketahui telah mendaftarkan nama IKEA yang merupakan singkatan Intan Khatulistiwa Esa Abadi (IKEA) pada Desember 2013 lalu. Pada tahun 2013, PT. RATANIA KHATULISTIWA kemudian mengajukan gugatan penghapusan merek IKEA pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Alasannya, merek IKEA tersebut tidak dipakai dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut. Dasarnya yakni Pasal 61 dan 63 Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek. PT. RATANIA KHATULISTIWA mengajukan bukti berupa market survei yang dilakukan oleh Berlian Group Indonesia di lima kota di Indonesia, yaitu di Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya dan Denpasar. Gunanya, untuk membuktikan bahwa merek IKEA tersebut tidak dipakai oleh INTER IKEA SYSTEM BV selama tiga tahun berturut-turut sejak pendaftarannya, yaitu masing-masing di 2006 dan 2010. Kedua, majelis hakim Pengadilan Niaga di pemeriksaan tingkat pertama mendasarkan putusannya pada hasil survei tersebut. Disamping itu, pihak INTER IKEA SYSTEM BV telah mengajukan bukti-bukti pemakaian merek IKEA pada kegiatan produksi dan perdagangan mereka.
Akan tetapi Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusannya mengabulkan gugatan yang diajukan oleh PT. RATANIA KATULISTIWA melalui kuasa hukumnya. Merasa tidak puas dengan putusan tersebut INTER IKEA SYSTEM BV melalui kuasa hukumnya kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sengketa Merek IKEA antara INTER IKEA SYSTEM BV dengan PT. RATANIA KHATULISTIWA karena tidak adanya koordinasi antara Ditjen HKI dengan Pemegang Merek IKEA yang mendaftarkan merek tersebut pertama kalinya. Sehubungan dengan pendaftaran merek diatas, berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang berbunyi : “Permohonan harus ditolak Direktorat Jenderal HKI apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan jasa yang sejenis”. Kemudian diatur pula pada Pasal 6 ayat (3) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ditentukan bahwa permohonan merek harus ditolak Direktorat Jenderal HKI apabila merek tersebut merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak. merugikan tidak hanya bagi para pengusaha yang memiliki atau memegang hak atas merek, tetapi juga bagi para konsumen. Karena masalah merek erat sekali kaitannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan penghasil barang dan jasa. Bagi konsumen timbul suatu prestise tersendiri jika menggunakan merek tertentu, Jadi, dalam masyarakat ada semacam anggapan merek yang digunakan dapat menunjukkan status sosial sang pemakai merek. 
Berdasarkan contoh kasus yang diambil dan telah diuraikan diatas, maka akan ditarik permasalahan sebagaimana berikut :
1.          Bagaimana pertimbangan Hakim dalam sengketa merek IKEA pada putusan MA Nomor. 264K/PDT.SUSHKI/2015?
2.          Apakah dengan putusan pengadilan tersebut mengakibatkan berakhirnya hak merek IKEA pada INTER IKEA SYSTEM BV dan PT. RATANIA KHATULISTIWA memiliki hak eksklusi atas merek IKEA?
3.          Bagaimana dampak dari kasus penghapusan merek IKEA tersebut, apalagi dampak dari perdagangannya atau pemasaran terhadap merek IKEA?

Terhadap merek yang sudah tidak digunakan selama 3 tahun seacara berturut-turut, dapat diminta penghapusan merek ke Pengadilan Niaga. Tindakan ini jelas dapat dilakukan oleh PT. RATANIA KHATULISTIWA dalam gugatannya terhadap INTER IKEA SYSTEM BV mengenai merek IKEA. Penghapusan tersebut dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI, sesuai dengan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 63 UU No. 15 Tahun 2001 (sekarang Pasal 72 ayat (1) dan Pasal 74 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2016). Apabila Pengadilan Niaga memutus menghapus suatu merek, maka berakhir pula perlindungan atas hak eksklusif yang terdapat dalam merek tersebut, siapapun dapat mendaftarkan kembali merek yang telah dihapus, termasuk pemilik asal.
Pada saat Direktorat Jenderal Merek dan Indikasi Geografis menerima permohonan pendaftaran merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU No.20 Tahun 2016 (dulu Pasal 6 ayat (1) UU No.15 Tahun 2001), maka permohonan tersebut harus ditolak. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 99/PDT.SUSMEREK/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 17 September 2014, sebagaimana yang telah dikuatkan melalui Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015 tertanggal 12 Mei 2015 dan telah berkekuatan hukum tetap, penghapusan terhadap Merek “IKEA” karena sudah tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut berdasarkan Pasal 61 ayat (2) UU No.15 Tahun 2001 adalah sudah tepat bila Pengadilan Niaga dapat membuktikan dari fakta yang ada bahwa INTER IKEA SYSTEM BV tidak menggunakan mereknya sehingga secara normatif diatur dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2016 Tentang Merek dan indikasi geografis dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek yang tidak digunakan dalam perdagangan selama 3 tahun berturut-turut maka akan berakhir.
Terlepas dari putusan hakim tersebut, memang benar merek yang sudah tidak digunakan dalam pasaran selama 3 tahun berturut-turut harus dihapus. Penghapusan merek bisa diminta melalui pihak ketiga dan dapat diputuskan oleh pengadilan melalui Peradilan Niaga. Dalam kasus ini hakim tidak melihat atau memakai alat bukti yang diajukan oleh tergugat. Dimana alat bukti tersebut merupakan bukti pemesanan barang yang menggunakan merek IKEA. Sehingga pada putusan Mahkamah Agung terdapat diseting opinion.
“Bahwa pemohon kasasi/tergugat dapat membuktikan dalilnya bahwa merek IKEA Tergugat telah terdaftar secara sah dan merupakan merek terkenal yang harus dilindungi dan tidak terdapat alasan-alasan  untuk dihapus, secara kasat mata took-toko milik tergugat yang menjual produk-produknya tersebar dan di Indonesia toko resmi IKEA a quo yang cukup besar berada di Jalan alam Sutera Tangerang/Banten, sehingga dengan demikian Pasal 61 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tidak dapat diterapkan;”
Dalam putusan ini belum tercapainya mufakat karena perbedaan pendapat dalam majelis Hakim, maka berdasarkan pasal 30 ayat (3) Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009, majelis Hakim mengambil putusan dengan suara terbanyak. Yang kemudian putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak betentangan dengan hukum dan/atau Undang-Undang. Sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh pemohon kasasi INTER IKEA SYSTEM BV tersebut harus ditolak.
Dalam hal kasus sengketa Merek IKEA, meskipun merek IKEA milik INTER IKEA SYSTEM BV sudah dihapus. Putusan hakim tidak meghilangkan sifat terkenal dari merek tersebut. Oleh karena itu INTER IKEA SYSTEM BV dapat mengajukan keberatan dengan membuktikan bahwa penggunaan merek IKEA atas dasar itikad tidak baik serta memperhatikan bahwa IKEA merupakan merek terkenal. Pemeriksaan merek harus memperhatikan sanggahan tersebut. Pemeriksaan merek berpendapat bahwa IKEA adalah merek terkenal sehingga berdasarkan pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 perubahan pasal  6 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 merek IKEA tidak bisa digunakan oleh pihak lain dalam hal ini PT. RATANIA KHATULISTIWA. Namun sebaliknya, bisa terjadi pemeriksa merek berpendapay bahwa merek IKEA yang digunakan oleh INTER IKEA SYSTEM BV tidak termasuk merek terkenal meski kemungkinan kecil karena merek IKEA sudah dipasarkan secara global dan hambatan yang tentu dialami oleh PT. RATANIA KHATULISTIWA saat mengekspor merek IKEA untuk produk peralatan rumah tangga kepada mitra bisnis di luar negeri.  

Terdapat dua sistem untuk memperoleh ha katas merek, yaitu sistem deklaratif dan sistem konstitusif. Dalam sistem deklaratif ini, perlindungan terhadap merek diberikan kepada mereka yang menggunakan merek tersebut pertama kali. Setiap orang bebas untuk mendaftarkan atau tidaknya merek yang akan dipergunakannya. Pemilik merek berhak menggunakan mereknya dan berhak atas hak ekslusif merek tersebut sepanjang ia bisa membuktikan bahwa ia adalah pemakai pertama merek tersebut.
Sedangkan dalam sistem konstitusif, hak ekslusif atas merek diberikan kepada mereka yang mendaftarkan mereknya untuk pertama kali dalam daftar umum merek. Sistem ini dinilai lebih menjamin kepastian hukum bagi pemilik merek dibandingkan dengan sistem deklaratif. Karena sudah terdaftarnya merek yang mereka gunakan sehingga mendapat kepastian dalam hukum.
Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 :
“Hak atas merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.”
Serta dapat lihat pada Pasal 3 yaitu “ hak atas merek diperoleh setelah merek tersebut didaftarkan.”
Merek-merek terkenal adalah merek-merek yang mempunyai reputasi yang tinggi dalam dunia perdagangan yang diakui secara internasional atau setidak-tidaknya secara regional. Adapun yang menjadi ciri dari merek terkenal secara universal adalah:
a. Merek telah dipromosikan secara luas oleh pemiliknya sehingga menjadi terkenal luas di lingkungan bisnis dan konsumen;
b. Baik dan banyak digemari oleh masyarakat konsumen;
c. Tidak dapat didaftar oleh orang lain yang bukan pemilik merek tersebut (baik untuk barang/jasa sejenis maupun barang/jasa tidak sejenis).
Keberadaan merek terkenal secara normative sudah dicantumkan dalam keputusan Menteri Kehakiman No. M.03-HC.02.01 Tahun 1991 tentang penolakan permohonan pendaftaran merek terkenal atau merek yang mirip merek terkenal milik orang lain atau milik badan lain. Sama halnya dengan kasus merek IKEA ini. Yang selanjutnya disebutkan pula bahwa :
Permohonan pendaftaran merek dalam Daftar Umum ditolak,apabila merek yang didaftarkan adalah :
1. Merek terkenal milik orang lain atau milik badan lain.
2. Merek yang mempunyai persamaan atau kemiripan, baik pada pokoknya maupun pada keseluruhannya dengan merek terkenal milik orang lain atau milik badan lain.”
Hak eksklusif atas merek dapat berakhir bilamana merek tersebut dihapuskan atau dibatalkan. Dalam UU No. 15 Tahun 2001 penghapusan dan pembatalan merek diatur pada Pasal 61 s/d Pasal 72, sedangkan dalam UU No.20 Tahun 2016 diatur pada Pasal71 s/d Pasal 79.
Dalam kasus merek IKEA ini pada bulan Maret 2012 INTER IKEA SYSTEM BV kembali mengajukan permohonan pendaftaran merek IKEA dilebih dari kelas 20 dan 21. Sebagian besar permohonan merek tersebut saat ini telah disetujui untuk didaftar khusus untuk kelas 20 dan 21 yang didaftar tanggal 4 Juni 2014 dengan nomor pendaftaran masing-masing IDM000424086 dan IDM000424087. Berarti penghapusan merek terdaftar IDM000277901 dan IDM00092006 berdasarkan putusan Mahkamah Agung tersebut tidak berdampak apapun terhadap hak eksklusif INTER IKEA SYSTEM BV atas merek-merek IKEA di kelas 20 dan 21, karena IKEA masih memiliki pendaftaran merek dikedua kasus melalui IDM000424086 dan IDM000424087.
Adapun merek IKEA yang diajukan oleh pihak PT. RATANIA KHATULISTIWA yang hingga saat ini kedua permohonan tersebut dikelas 20 dan 21 sama-sama masih tertahan ditahap pemeriksaan substantif oleh Dirjen HKI, dan sepertinya sangat kecil kemungkinan untuk bisa berlanjut terus hingga ke pendaftaran karena akan tertolak oleh merek-merek IKEA yang dimohonkan tahun 2012 dan terdaftar tahun 2014 tersebut. Yang alhasil dikeluarkan Amar putusan  Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015, tertanggal 12 Mei 2015 yaitu menolak permohonan kasasi INTER IKEA SYSTEM BV. Dengan kata lain, merek IKEA milik INTER IKEA SYSTEM BV kelas 20 dan 21 dihapus permohonan pendaftaran merek IKEA milik PT. RATANIA KHATULISTIWA kelas 20 dan 21 disahkan terhadapt putusan Mahkamah Agung tersebut, tidak diajukan upaya hukum lain sehingga sudah bersifat inkracht van gewijsde (kekuatan hukum tetap).

Beredar kabar bahwa walaupun telah dihapus merek IKEA dari pihak INTER IKEA SYSTEM BV tetapi tetap saja melakukan aktivitas dagang atau tetap buka. Dikabarkan pula bahwa INTER IKEA SYSTEM BV telah melakukan registrasi ulang ke Direktorat Jenderal HAKI di Indonesia pada tahun 2012 dan disetujui atau terdaftar pada tahun 2014. Sertifikat tahun 2014 sampai dengan hari ini masih berlaku dan valid dan dilisensikan secara eksklusif oleh INTER IKEA SYSTEM BV ke PT. HERO SUPERMARKET. Jadi bisa dibilang, secara dampak putusan Mahkamah Agung itu tidak berdampak selain menghapus trademark 2010 yang telah digantikan pada tahun 2014. Pihak IKEA Indonesia menambahkan bahwa Amar putusan Mahkamah Agung pada tahun 2015 lalu menyebutkan mengenai penghapusan merek dagang IKEA pada dua jenis barang, tidak disebutkan bahwa merek IKEA tidak boleh dialihkan ke pihak lain. Atas alasan itu pula, toko IKEA di Alam Sutera, Tanggerang, tetap buka.
BBC Indonesia berupaya beberapa kali menghubungi PT.  RATANIA KHATULISTIWA di Surabaya selaku penggugat merek IKEA, namum perusahaan tersebut belum kunjung memberikan tanggapan. Dalam beberapa kasus merek yang disengketakan di Pengadilan, hakim tidak melindungi merek terkenal. Sehingga kurangnya perlindungan terhadap Investor local dan inovasi produk-produk local yang menimbulkan para investasi asing semakin tinggi. Apalagi di jaman milenial ini membuat masyarakat tertarik akan barang-barang berinovasi baru yang membuat kerjaan menjadi lebih ringan, instan tak perlu susah karena dengan teknologi yang sudah semakin berkembang atau canggih. 

Sebagaimana dikeluarkannya Amar putusan  Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015, tertanggal 12 Mei 2015 yaitu menolak permohonan kasasi INTER IKEA SYSTEM BV. Dengan kata lain, merek IKEA milik INTER IKEA SYSTEM BV kelas 20 dan 21 dihapus permohonan pendaftaran merek IKEA milik PT. RATANIA KHATULISTIWA kelas 20 dan 21 disahkan terhadap putusan Mahkamah Agung tersebut, tidak diajukan upaya hukum lain sehingga sudah bersifat inkracht van gewijsde (kekuatan hukum tetap).
Tidak dijelaskan pada putusan tersebut perpindah alihan hak merek yang dimana sertifikat merek IKEA masih berlaku dan valid serta dilisensikan secara eksklusif oleh INTER IKEA SYSTEM BV ke PT. HERO SUPERMARKET. Yang menyebabkan IKEA tersebut tetap buka dan masih diperjual belikan. Mengenai hak eksklusif akan hilang ketika hak merek tersebut telah berakhir atau dengan kata lain telah dihapus.

ANALISA HAK MEREK IKEA PT. RATANIA KHATULISTIWA MELAWAN INTER IKEA SYSTEM BV

ANALISA HAK MEREK IKEA  PT. RATANIA KHATULISTIWA VS INTER IKEA SYSTEM BV  PENDAHULUAN 1.           Latar belakang Mere...