ANALISA HAK MEREK IKEA
PT. RATANIA KHATULISTIWA VS INTER IKEA SYSTEM BV
PENDAHULUAN
Merek dagang di Indonesia tentu saja sudah
berkembang pesat, semakin banyak macam pilihannya dari local maupun
internasional. Dengan teknologi infomasi dan komunikasi yang sudah canggih hal
ini tentu saja mendukung perkembangannya macam-macam merek yang dikenal oleh
masyarakat. Apalagi di ero globalisasi ketika arus barang berputar sangat cepat
dan luas membuat para pedagang berlomba-lomba meluncurkan produk yang
berkualitas sehingga bermunculanlah merek-merek baru. Masyarakat dapat mencari
informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat memilih
barang yang diinginkan. Dengan hal tersebut, masyarakat dapat menilai bagaimana
kualitas barang yang akan dibeli. Kecenderungan masyarakat untuk membeli barang
berdasarkan merek yang terdapat pada barang yang diperdagangkan dengan
memperlihatkan nilai ekonomis dari suatu merek tersebut. Oleh karena itu,
antarpemilik merek suatu barang akan bersaing untuk mendapatkan kepercayaan
dari masyarakat selaku konsumen.
Merek merupakan identitas pada perdagangan
barang atau jasa. Nilai ekonomis ini timbul dari hak eksklusif yang dimiliki
para pemegang hak atas merek. Hak eksklusif atas merek diberikan terhadap merek
yang sudah terdaftar. Hak ekslusif atas merek menyebabkan pemilik merek
memiliki hak untuk memberikan ijin atau melarang pihak lain menggunakan atau
menduplikat merek yang sama bahkan produk yang sama tetapi kualitas tidak
menjamin dengan yang ia miliki.
Salah satu aspek yang dilindungi dalam merek
adalah perlindungan terhadap merek terkenal. Merek terkenal perlindungan antara
lain agar orang lain tidak membonceng reputasi merek milik sang pemilik merek
yang sudah diketahui oleh masyarakat atau khalayak ramai. Apabila merek
terkenal dipergumakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, reputasi dari
merek tersebut akan menjadi turun yang karenanya di masyarakat beredar barang
yang berkualitas dengan merek yang sama tetapi adapula dengan barang yang tidak
berkualitas.
Merek yang terkenal adalah merek-merek yang
mempunyai reputasi yang tinggi dalam dunia perdagangan yang diakui secara
internasional atau juga setidak-tidaknya secara regional. Sebab merek terkenal
selain memperhatikan pengetahuan umum masyarakar, juga didasarkan kualitas,
reputasi yang didapat karena promosi, dan telah dibuktikan dengan pendaftaran
merek itu sendiri.
Penggunaan merek terkenal milik orang
lain pada dasarnya dilakukan dengan itikad tidak baik karena pemakai tidak sah
tersebut dapat memperoleh keuntungan dan ketenaran merek tersebut. Pengguna
yang tidak bertanggung jawab ini. Memperoleh keuntungan dari kecenerungan
konsumen membeli barang yang disangka berkualitas baik karena menggunakan merek
terkenal nyatanya tidak menjamin dan dapat menimbulkan ketidakpuasan bagi
konsumen atas barang terssebut.
Didalam Undang-undang Merek yang berlaku di
Indonesia baik Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 maupun Undang-Undang No. 15
Tahun 2001, tidak disebutkan definisi mengenai merek terkenal. Hak eksklusif
atas Merek diperoleh melalui pendaftaran. Namun tidak semua hal dapat
didafarkan sebagai merek. Salah satunya
terhadap merek yang memiliki persamaan pada pokoknya maupun keseluruhannya
dengan merek terkenal permohonannya harus ditolak. Hal tersebut menunjukan
bahwa terdapat perlindungan merek.
Merek yang sudah didaftarkan di Indonesia,
harus dipergunakan. Berdasarkan pasal 61 ayat (2) huruf a Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 berubah menjadi pasal 74 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016.
Merek dapat dihapuskan jika selama 3 tahun berturut-turut tidak digunakan dalam
perdagangan barang dan / atau jasa sejak
tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir.
Salah satu contoh terhadap kasus dan putusan
mengenai penghapusan merek yang ditangani oleh Mahkamah Agung yaitu sengketa
merek “IKEA” antara INTER IKEA
SYSTEM BV melawan PT. RATANIA
KHATULISTIWA. Kasus ini bermula pada PT. RATANIA KHATULISTIWA mengajukan
gugatan penghapusan merek “IKEA” milik lawan ke Pengadilan Niaga Jakarta pusat
untuk kelas 20 dan 21.
Pada 28 Maret 2010, INTER IKEA SYSTEM BV
kembali menajukan pemohonan pendaftaran merek IKEA tetapi dengan design yang berbeda. Pada tahun 2013, PT RATANIA KHATULISTIWA
mengajukan permohonan pendaftaran untuk merek IKEA untuk kelas 20 dan 21. Merek
IKEA milik INTER IKEA SYSTEM
BV (Swedia) merupakan singkatan dari nama dan asal pendirinya, Ingvar Kamprad And The Farm Elmtaryd And
Village Agunnaryd. BV adalah singkatan dari 4 Besloten Vennootschap yang berasal dari bahasa Belanda suatu bentuk
perusahaan swasta yang mengadakan aktivitas bisnis.
PT. RATANIA KHATULISTIWA
diketahui telah mendaftarkan nama IKEA yang merupakan singkatan Intan Khatulistiwa Esa Abadi (IKEA) pada
Desember 2013 lalu. Pada tahun 2013, PT. RATANIA
KHATULISTIWA kemudian mengajukan gugatan penghapusan merek IKEA pada
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Alasannya, merek IKEA
tersebut tidak dipakai dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut. Dasarnya
yakni Pasal 61 dan 63 Undang-undang
Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek. PT. RATANIA KHATULISTIWA mengajukan bukti berupa
market survei yang dilakukan oleh Berlian Group Indonesia di lima kota di
Indonesia, yaitu di Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya dan Denpasar. Gunanya,
untuk membuktikan bahwa merek IKEA tersebut tidak dipakai oleh INTER IKEA
SYSTEM BV selama tiga tahun berturut-turut sejak pendaftarannya, yaitu masing-masing di 2006 dan
2010. Kedua, majelis hakim Pengadilan Niaga di pemeriksaan tingkat pertama
mendasarkan putusannya pada hasil survei tersebut. Disamping itu, pihak INTER IKEA SYSTEM
BV telah mengajukan bukti-bukti
pemakaian merek IKEA pada kegiatan produksi dan perdagangan mereka.
Akan tetapi Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam
putusannya mengabulkan gugatan yang diajukan oleh PT. RATANIA KATULISTIWA melalui kuasa hukumnya. Merasa tidak puas dengan
putusan tersebut INTER IKEA SYSTEM BV melalui kuasa hukumnya kemudian
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sengketa Merek IKEA antara INTER IKEA
SYSTEM BV dengan PT. RATANIA KHATULISTIWA karena tidak adanya
koordinasi antara Ditjen HKI dengan Pemegang Merek IKEA yang mendaftarkan merek
tersebut pertama kalinya. Sehubungan dengan pendaftaran merek diatas,
berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek yang berbunyi : “Permohonan harus ditolak Direktorat Jenderal HKI apabila
merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan jasa yang
sejenis”. Kemudian
diatur pula pada Pasal 6 ayat (3) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ditentukan bahwa
permohonan merek harus ditolak Direktorat Jenderal HKI apabila merek tersebut
merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang
dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak. merugikan tidak hanya bagi para
pengusaha yang memiliki atau memegang hak atas merek, tetapi juga bagi para
konsumen. Karena masalah merek erat sekali kaitannya dengan produk yang
ditawarkan oleh perusahaan penghasil barang dan jasa. Bagi konsumen timbul
suatu prestise tersendiri jika menggunakan merek tertentu, Jadi, dalam
masyarakat ada semacam anggapan merek yang digunakan dapat menunjukkan status
sosial sang pemakai merek.
Berdasarkan contoh kasus yang diambil dan telah
diuraikan diatas, maka akan ditarik permasalahan sebagaimana berikut :
1.
Bagaimana
pertimbangan Hakim dalam sengketa merek IKEA pada putusan MA Nomor.
264K/PDT.SUSHKI/2015?
2.
Apakah
dengan putusan pengadilan tersebut mengakibatkan berakhirnya hak merek IKEA
pada INTER IKEA SYSTEM BV dan PT. RATANIA KHATULISTIWA memiliki hak eksklusi
atas merek IKEA?
3.
Bagaimana
dampak dari kasus penghapusan merek IKEA tersebut, apalagi dampak dari
perdagangannya atau pemasaran terhadap merek IKEA?
Terhadap merek yang sudah tidak digunakan
selama 3 tahun seacara berturut-turut, dapat diminta penghapusan merek ke
Pengadilan Niaga. Tindakan ini jelas dapat dilakukan oleh PT. RATANIA
KHATULISTIWA dalam gugatannya terhadap INTER IKEA SYSTEM BV mengenai merek
IKEA. Penghapusan tersebut dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI, sesuai
dengan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 63 UU No. 15 Tahun 2001 (sekarang Pasal 72 ayat (1) dan Pasal 74 ayat (1) UU No.
20 Tahun 2016). Apabila
Pengadilan Niaga memutus menghapus suatu merek, maka berakhir pula perlindungan
atas hak eksklusif yang terdapat dalam merek tersebut, siapapun dapat
mendaftarkan kembali merek yang telah dihapus, termasuk pemilik asal.
Pada saat Direktorat
Jenderal Merek dan Indikasi Geografis menerima permohonan pendaftaran merek
yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal,
berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU No.20 Tahun 2016 (dulu Pasal 6 ayat (1) UU No.15 Tahun
2001), maka permohonan
tersebut harus ditolak. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 99/PDT.SUSMEREK/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.
tertanggal 17 September 2014, sebagaimana yang telah dikuatkan melalui Putusan
Mahkamah Agung No. 264
K/Pdt.Sus-HKI/2015 tertanggal 12 Mei 2015 dan telah berkekuatan hukum tetap,
penghapusan terhadap Merek “IKEA” karena sudah tidak digunakan selama 3 tahun
berturut-turut berdasarkan Pasal 61 ayat (2) UU No.15 Tahun 2001 adalah sudah
tepat bila Pengadilan Niaga dapat
membuktikan dari fakta yang ada bahwa INTER IKEA SYSTEM BV tidak menggunakan mereknya sehingga secara normatif
diatur dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2016 Tentang Merek dan indikasi geografis dan Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 Tentang Merek yang tidak digunakan dalam perdagangan selama 3 tahun
berturut-turut maka akan berakhir.
Terlepas dari putusan hakim tersebut, memang
benar merek yang sudah tidak digunakan dalam pasaran selama 3 tahun
berturut-turut harus dihapus. Penghapusan merek bisa diminta melalui pihak
ketiga dan dapat diputuskan oleh pengadilan melalui Peradilan Niaga. Dalam
kasus ini hakim tidak melihat atau memakai alat bukti yang diajukan oleh
tergugat. Dimana alat bukti tersebut merupakan bukti pemesanan barang yang
menggunakan merek IKEA. Sehingga pada putusan Mahkamah Agung terdapat diseting
opinion.
“Bahwa pemohon kasasi/tergugat dapat membuktikan dalilnya bahwa merek
IKEA Tergugat telah terdaftar secara sah dan merupakan merek terkenal yang
harus dilindungi dan tidak terdapat alasan-alasan untuk dihapus, secara kasat mata took-toko
milik tergugat yang menjual produk-produknya tersebar dan di Indonesia toko
resmi IKEA a quo yang cukup besar
berada di Jalan alam Sutera Tangerang/Banten, sehingga dengan demikian Pasal 61
ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tidak dapat
diterapkan;”
Dalam putusan ini
belum tercapainya mufakat karena perbedaan pendapat dalam majelis Hakim, maka
berdasarkan pasal 30 ayat (3) Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan
perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009, majelis Hakim mengambil
putusan dengan suara terbanyak. Yang kemudian putusan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak betentangan dengan
hukum dan/atau Undang-Undang. Sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh
pemohon kasasi INTER IKEA SYSTEM BV tersebut harus ditolak.
Dalam hal kasus sengketa Merek IKEA, meskipun
merek IKEA milik INTER IKEA SYSTEM BV sudah dihapus. Putusan hakim tidak
meghilangkan sifat terkenal dari merek tersebut. Oleh karena itu INTER IKEA
SYSTEM BV dapat mengajukan keberatan dengan membuktikan bahwa penggunaan merek
IKEA atas dasar itikad tidak baik serta memperhatikan bahwa IKEA merupakan
merek terkenal. Pemeriksaan merek harus memperhatikan sanggahan tersebut.
Pemeriksaan merek berpendapat bahwa IKEA adalah merek terkenal sehingga
berdasarkan pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 perubahan pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 15 Tahun
2001 merek IKEA tidak bisa digunakan oleh pihak lain dalam hal ini PT. RATANIA
KHATULISTIWA. Namun sebaliknya, bisa terjadi pemeriksa merek berpendapay bahwa
merek IKEA yang digunakan oleh INTER IKEA SYSTEM BV tidak termasuk merek
terkenal meski kemungkinan kecil karena merek IKEA sudah dipasarkan secara
global dan hambatan yang tentu dialami oleh PT. RATANIA KHATULISTIWA saat
mengekspor merek IKEA untuk produk peralatan rumah tangga kepada mitra bisnis
di luar negeri.
Terdapat dua sistem untuk memperoleh ha katas
merek, yaitu sistem deklaratif dan sistem konstitusif. Dalam sistem deklaratif ini,
perlindungan terhadap merek diberikan kepada mereka yang menggunakan merek
tersebut pertama kali. Setiap orang bebas untuk mendaftarkan atau tidaknya
merek yang akan dipergunakannya. Pemilik merek berhak menggunakan mereknya dan
berhak atas hak ekslusif merek tersebut sepanjang ia bisa membuktikan bahwa ia
adalah pemakai pertama merek tersebut.
Sedangkan dalam sistem konstitusif, hak
ekslusif atas merek diberikan kepada mereka yang mendaftarkan mereknya untuk
pertama kali dalam daftar umum merek. Sistem ini dinilai lebih menjamin kepastian
hukum bagi pemilik merek dibandingkan dengan sistem deklaratif. Karena sudah
terdaftarnya merek yang mereka gunakan sehingga mendapat kepastian dalam hukum.
Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang No. 15 Tahun
2001 :
“Hak atas merek adalah hak ekslusif yang
diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum
merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut
atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.”
Serta dapat lihat pada Pasal 3 yaitu “ hak atas
merek diperoleh setelah merek tersebut didaftarkan.”
Merek-merek
terkenal adalah merek-merek yang mempunyai reputasi yang tinggi dalam dunia
perdagangan yang diakui secara internasional atau setidak-tidaknya secara regional. Adapun yang menjadi
ciri dari merek terkenal secara universal adalah:
a. Merek telah dipromosikan secara luas
oleh pemiliknya sehingga menjadi terkenal luas di lingkungan bisnis dan
konsumen;
b. Baik dan banyak digemari oleh masyarakat
konsumen;
c. Tidak dapat didaftar oleh orang lain
yang bukan pemilik merek tersebut (baik untuk barang/jasa sejenis maupun
barang/jasa tidak sejenis).
Keberadaan merek terkenal secara
normative sudah dicantumkan dalam keputusan Menteri Kehakiman No. M.03-HC.02.01
Tahun 1991 tentang penolakan permohonan pendaftaran merek terkenal atau merek
yang mirip merek terkenal milik orang lain atau milik badan lain. Sama halnya
dengan kasus merek IKEA ini. Yang selanjutnya disebutkan pula bahwa :
“Permohonan pendaftaran merek
dalam Daftar Umum ditolak,apabila merek yang didaftarkan adalah :
1.
Merek terkenal milik orang lain atau milik badan
lain.
2. Merek yang
mempunyai persamaan atau kemiripan, baik pada pokoknya maupun pada keseluruhannya dengan merek terkenal milik orang lain atau milik badan lain.”
Hak
eksklusif atas merek dapat berakhir bilamana merek tersebut dihapuskan atau
dibatalkan. Dalam UU No. 15 Tahun 2001 penghapusan dan pembatalan merek diatur
pada Pasal 61 s/d Pasal 72, sedangkan dalam UU No.20 Tahun 2016 diatur pada
Pasal71 s/d Pasal 79.
Dalam kasus merek IKEA ini pada
bulan Maret 2012 INTER IKEA SYSTEM BV kembali mengajukan permohonan pendaftaran
merek IKEA dilebih dari kelas 20 dan 21. Sebagian besar permohonan merek
tersebut saat ini telah disetujui untuk didaftar khusus untuk kelas 20 dan 21
yang didaftar tanggal 4 Juni 2014 dengan nomor pendaftaran masing-masing
IDM000424086 dan IDM000424087. Berarti penghapusan merek terdaftar IDM000277901
dan IDM00092006 berdasarkan putusan Mahkamah Agung tersebut tidak berdampak
apapun terhadap hak eksklusif INTER IKEA SYSTEM BV atas merek-merek IKEA di
kelas 20 dan 21, karena IKEA masih memiliki pendaftaran merek dikedua kasus
melalui IDM000424086 dan IDM000424087.
Adapun merek IKEA yang diajukan oleh
pihak PT. RATANIA KHATULISTIWA yang hingga saat ini kedua permohonan tersebut
dikelas 20 dan 21 sama-sama masih tertahan ditahap pemeriksaan substantif oleh
Dirjen HKI, dan sepertinya sangat kecil kemungkinan untuk bisa berlanjut terus
hingga ke pendaftaran karena akan tertolak oleh merek-merek IKEA yang dimohonkan
tahun 2012 dan terdaftar tahun 2014 tersebut. Yang alhasil dikeluarkan Amar
putusan Mahkamah Agung No. 264
K/Pdt.Sus-HKI/2015, tertanggal 12 Mei 2015 yaitu menolak permohonan kasasi
INTER IKEA SYSTEM BV. Dengan kata lain, merek IKEA milik INTER IKEA SYSTEM BV
kelas 20 dan 21 dihapus permohonan pendaftaran merek IKEA milik PT. RATANIA
KHATULISTIWA kelas 20 dan 21 disahkan terhadapt putusan Mahkamah Agung
tersebut, tidak diajukan upaya hukum lain sehingga sudah bersifat inkracht van
gewijsde (kekuatan hukum tetap).
Beredar kabar bahwa walaupun telah
dihapus merek IKEA dari pihak INTER IKEA SYSTEM BV tetapi tetap saja melakukan
aktivitas dagang atau tetap buka. Dikabarkan pula bahwa INTER IKEA SYSTEM BV
telah melakukan registrasi ulang ke Direktorat Jenderal HAKI di Indonesia pada
tahun 2012 dan disetujui atau terdaftar pada tahun 2014. Sertifikat tahun 2014
sampai dengan hari ini masih berlaku dan valid dan dilisensikan secara
eksklusif oleh INTER IKEA SYSTEM BV ke PT. HERO SUPERMARKET. Jadi bisa
dibilang, secara dampak putusan Mahkamah Agung itu tidak berdampak selain
menghapus trademark 2010 yang telah digantikan pada tahun 2014. Pihak IKEA
Indonesia menambahkan bahwa Amar putusan Mahkamah Agung pada tahun 2015 lalu menyebutkan
mengenai penghapusan merek dagang IKEA pada dua jenis barang, tidak disebutkan
bahwa merek IKEA tidak boleh dialihkan ke pihak lain. Atas alasan itu pula,
toko IKEA di Alam Sutera, Tanggerang, tetap buka.
BBC Indonesia berupaya beberapa kali
menghubungi PT. RATANIA KHATULISTIWA di
Surabaya selaku penggugat merek IKEA, namum perusahaan tersebut belum kunjung
memberikan tanggapan. Dalam beberapa kasus merek yang disengketakan di
Pengadilan, hakim tidak melindungi merek terkenal. Sehingga kurangnya perlindungan
terhadap Investor local dan inovasi produk-produk local yang menimbulkan para
investasi asing semakin tinggi. Apalagi di jaman milenial ini membuat
masyarakat tertarik akan barang-barang berinovasi baru yang membuat kerjaan
menjadi lebih ringan, instan tak perlu susah karena dengan teknologi yang sudah
semakin berkembang atau canggih.
Sebagaimana dikeluarkannya Amar
putusan Mahkamah Agung No. 264
K/Pdt.Sus-HKI/2015, tertanggal 12 Mei 2015 yaitu menolak permohonan kasasi INTER
IKEA SYSTEM BV. Dengan kata lain, merek IKEA milik INTER IKEA SYSTEM BV kelas
20 dan 21 dihapus permohonan pendaftaran merek IKEA milik PT. RATANIA
KHATULISTIWA kelas 20 dan 21 disahkan terhadap putusan Mahkamah Agung tersebut,
tidak diajukan upaya hukum lain sehingga sudah bersifat inkracht van gewijsde
(kekuatan hukum tetap).
Tidak dijelaskan pada putusan
tersebut perpindah alihan hak merek yang dimana sertifikat merek IKEA masih
berlaku dan valid serta dilisensikan secara eksklusif oleh INTER IKEA SYSTEM BV
ke PT. HERO SUPERMARKET. Yang menyebabkan IKEA tersebut tetap buka dan masih
diperjual belikan. Mengenai hak eksklusif akan hilang ketika hak merek tersebut
telah berakhir atau dengan kata lain telah dihapus.